Polemik Mengenai Keris Diponegoro yang Dipulangkan dari Belanda


Yogyakarta ,Media Java - Pemerintah Belanda kembalikan sebilah keris yang dipercaya jadi keris Kiai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro. Tetapi nyatanya keris itu mempunyai dhapur atau rancang bangun nagasasra, bukan naga siluman. Masalah masalah keaslian juga ada.

"Jika kita bicara dhapur, keris yang dikembalikan oleh Belanda itu bukan ber-dhapur naga siluman. Itu dhapur-nya ialah nagasasra kamarogan (keris dhapur nagasasra yang dilapis hiasan emas)," tutur keturunan ke-7 Pangeran Diponegoro, Roni Sodewo, pada detikcom, Selasa (10/3).

Tetapi, Roni tidak pastikan jika keris yang dikembalikan itu bukan keris punya Diponegoro. Karena bisa saja, nama keris naga siluman jadi punya Diponegoro sejauh ini tidak mengacu pada dhapur, tetapi panggilan. Dalam adat Jawa, memang benar ada rutinitas memberikan nama beberapa benda spesial dengan nama serta gelar sesuai dengan tekad pemiliknya.

"Sebab keris itu, orang menyebutkan keris itu dapat dengan panggilan dhapur-nya atau mungkin dengan gelarnya. Jadi keris itu memiliki gelar, tombak memiliki gelar, memiliki nama," sebut Roni.

Karenanya ada sangkaan jika naga siluman ialah nama sesuai dengan dhapur, tetapi juga bisa panggilan sesuai dengan panggilan yang diberi untuk keris itu. Demikian, menurut Roni, pembicaraan mengenai kejelasan keris yang dikembalikan dari Belanda itu terus terbuka. Klaim itu masih dapat beralih bila ada penemuan.

"Tapi apa masih dapat beralih? Masih dapat jika esok satu waktu diketemukan data-data yang lebih komplet, lebih lengkap. Contohnya nyatanya kelak diketemukan satu buku yang menceritakan mengenai (keris) naga siluman punya Pangeran Diponegoro itu dahulu asal usulnya darimanakah," katanya.

Walau demikian, faksi pakar waris Pangeran Diponegoro menyongsong baik pengembalian salah satunya keris punya pendahulunya. Mereka menyerahkan seluruhnya keris itu pada Pemerintah untuk menyimpannya.

Minta Pemerintah untuk simpan keris itu, kata Roni untuk menghadapi timbulnya masalah di keluarga Pangeran Diponegoro. Lebih nanti akan menyebabkan sama-sama klaim untuk simpan keris itu.

"Kalau juga kelak disimpan oleh keluarga, siapa yang dapat jamin keris itu tetap ada. Yang ke-2, siapa yang dapat jamin tidak jadi bahan rebutan, barange mung siji sing ngaku wong akeh (barangnya cuma satu tetapi yang mengaku-ngaku banyak orang)," katanya.

"Jadi jika menurut keluarga biarkanlah Pemerintah yang simpan di Museum Nasional. Jadikan satu dengan tombak Kiai Rondan, dengan pelana kuda, dengan (tongkat) Kiai Cokro," tambah Roni.

Kurator Museum Keris Nusantara di Solo, Ki Ronggajati Sugiyatno, menyangsikan kebenaran klaim itu. Ia yakini mustahil Pangeran Diponegoro tidak dapat memperbedakan keris dhapur nagasasra dengan keris dhapur naga siluman. Apalagi memberikan gelar atau nama keris dhapur nagasasra dengan nama naga siluman sebab Diponegoro tentu tahu jika naga siluman ialah dhapur tertentu.

Fakta selanjutnya ialah warangka atau sarung keris yang dikembalikan dari Belanda itu sejenis warangka Ladrangan Kagok style Surakarta. Walau sebenarnya Pangeran Diponegoro itu bangsawan dari Keraton Yogyakarta, putera Sultan Hamengku Buwono III.

Posting Komentar

0 Komentar